Tak Berkategori

Natal Canggung dan Cemara yang Selalu Hijau

“Apa makna natal buatmu tahun ini?” tanyaku kepada Rachel yang sedang sibuk berjaga melihat pantat anak kami kalau-kalau dia buang air besar. “Thankful, kalau kamu?”.

Aku menarik napas dalam sambil sesekali membalas pesan yang seharian aku hiraukan karena pikirku hari ini aku bisa sedikit lebih santai, padahal tidak. “Kalau aku …” tidak sempat aku menguraikan lebih jauh, Rachel dan Aku segera ke kamar mandi sambil menyeret anak kami yang sudah menampung kotoran di balik popoknya.

Natal kali ini buatku terasa begitu canggung. Cemara masih ada di tengah ruangan dengan dekorasi yang sama seperti sebelumnya. Permainan kecil keluarga masih kita mainkan bersama. Lagu natal yang itu-itu saja juga terus kami dengarkan sepanjang hari. Tetap saja canggung. Rasanya seperti bertemu kekasih yang sudah lama sekali tidak berjumpa.

Bisa jadi ini refleksi betapa aku belakangan terlalu disibukkan dengan tanggung jawab yang harus diselesaikan, sampai lupa kepada diri sendiri. Atau keadaan Indonesia yang kian hari menuju kemunduran, pun dengan bencana Sumatera. Isi kepalaku meraung kelelahan.

“Coba kamu lebih stoik,” kata Rachel si paling stoik sejak remaja yang semakin tebal karena bacaannya belakangan ini. Sejujurnya, kekristenan cukup menyinggung hal ini, bahwa segala sesuatu yang di luar kontrol kita harus kita serahkan kepada Tuhan. Dengan iman, Tuhan akan jadikan indah. Kurang lebih seperti itu.

Yang dapat aku uraikan saat ini adalah kecanggunganku timbul dari buruknya aku memprioritaskan pikiranku. Tuhan ada di urutan setelah kesibukanku. Menyedihkan bukan?

Kabar baiknya, kekasih yang lama tidak berjumpa itu sekarang ada di depanku dengan kasih yang sama. Menawarkan peluk yang selalu hangat dan tawa di setiap jokes yang kualitasnya kian merosot. Seperti Cemara yang selalu hijau di setiap musim, begitu caranya mencintaiku.

Untuk siapapun yang canggung, ini adalah tanda putar balik di tengah separator jalan.
Untuk Natal, selamat merayakan!


– ditulis di atas kereta Purwojaya, menuju Jakarta –

Tinggalkan komentar