Sekitar 3 minggu yang lalu saya berkesempatan bepergian dari Jakarta menuju Bandung melalui jalur darat. Berangkat dari rumah sekitar pukul 07.00 agar lebih segar sekaligus menghindari kemacetan. Benar saja, lalu lintas ketika itu begitu lengang dan saya baru menyadari betapa indah pemandangan yang disajikan ketika melewati tol Cipularang. Jalannya halus, tidak berkelok, hutan hijau di kanan dan kiri. Sempurna.
Walaupun ada beberapa pengemudi yang tidak seberuntung saya, selama perjalanan saya hitung ada sekitar 7 mobil di pinggir tol yang sedang diperbaiki karena mogok.
Cuplikan dari perjalanan singkat tersebut membawa saya kepada sebuah perenungan yang mungkin kamu juga menyadarinya.
Untuk kita yang beriman kepada Tuhan seringkali mendengar, “Tuhan tahu yang terbaik untuk kita.” Sebuah kalimat yang gampang sekaligus susah untuk diimani. Untuk saya, kebaikan Tuhan itu mutlak. Dia memberikan saya jalan seindah Tol Cipularang tadi. “Lho, kalau jalan yang Dia kasih bagus, kenapa hidup gue kayaknya susah banget?” Betul, kita adalah mobil-mobil yang mogok tadi.
Terkadang secara tidak sengaja kita menyalahkan Tuhan atas hal-hal buruk yang terjadi dalam hidup kita. Seakan-akan jalan yang dia kasih berlubang dan terjal, sehingga kita susah payah buat lewat di jalanNya. Padahal, mobil kita aja yang tua, bobrok, dan kita harus kuat untuk mendorong ke pinggir jalan untuk melakukan perbaikan.
Kabar baiknya, di jalanan kita tidak sendiri, kita bersama pengendara yang lain. Dan jika kamu menemukan teman perjalanan yang tepat, mereka tidak segan-segan untuk ikut melipir dan membantu kamu melakukan perbaikan mobilmu. Lingkungan kita menentukan sejauh mana kita berjalan.
Kabar baik berikutnya, Tuhan sudah memberikan kita kemampuan untuk menjadi montir yang handal. Sehingga kita bisa memperbaiki mobil kita sewaktu-waktu mogok, asalkan cara yang kita pakai sesuai dengan cara yang Dia sudah tunjukkan.
Amin.
